Sebagaiseorang dalang sepuh yang telah malang-melintang menekuni dunia pedalangan sejak manggung pertama kalinya menerma bayaran pada tahun 1932 sampai akhir tahun 70-an, kehidupan keluarga Ki Nawan Patmomihardjo bersama istri dan anak-anaknya boleh dikatakan biasa-biasa saja, bahkan sederhana.
Ahmad Mustawan Firdausi saat beraksi berjalannya waktu, kesenian wayang tak banyak dilirik generasi muda. Padahal di tangan merekalah budaya leluhur ini bisa terus bertahan. Ahmad Mustawan Firdausi atau Awan paham betul kondisi kelas VII SMPN 17 Surabaya ini justru menyukai wayang sejak usia dini. Bila anak seusianya hanya berkutat dengan gawai, Awan sejak umur lima tahun sudah menggeluti dunia dalang dan perwayangan."Suka wayang sudah sejak lama, waktu masih TK," ujar sulung dari dua bersaudara ini kepada Basra, Kamis 7/11.Ia lantas bercerita jika pertama kali jatuh cinta pada wayang ketika melihat Ki Bayu Aji Pamungkas, putra dalang kondang Ki Anom Soeroto, saat tampil di menyaksikan wayang itu tak lepas dari kegemaran sang kakek yang gemar kesenian wayang."Lihat wayang di TV sama kakek, terus sering diajak kakek lihat pertunjukkan wayang di daerah Jagir," tukas menyukai wayang, Awan pun mulai belajar secara otodidak jadi dalang. Awan belajar dalang memakai wayang yang dibuat sang kakek di sanggar wayang tersebut, Awan bisa berlatih mendalang sendiri dengan beragam tokoh pewayangan, khususnya tokoh wayang favoritnya, yakni Wisanggeni. Selain Wisanggeni, Awan juga mengagumi tokoh Brotoseno dan Gatotkaca."Saya suka karakter mereka karena kuat dan pemberani," imbuh Basra berkunjung ke rumahnya, Awan menunjukkan kepiawaiannya jadi dalang. Diiringi gamelan yang dimainkan sang kakek, Awan mementaskan lakon Perang Kembang antara Cakil melawan mengasah kemampuannya mendalang, Awan sempat ikut Sanggar Bolodewo di Genteng Kali. Dan sekarang Awan ikut dalang Ki Surono Gondo Taruno di Perumahan RRI. Di sekolah Awan juga ikut ekstra kurikuler cukup piawai mendalang, namun Awan tak pernah mengikuti kompetisi dalang."Ndak pernah ikut lomba karena ndak ada yang dampingi. Cuma dulu sempat pentas di Jembatan Merah Plaza JMP," ujar sang nenek, itu, lanjut Musringah, Awan rutin tampil jadi dalang setiap Sabtu malam. Bertempat di teras rumahnya, Awan tampil bersama sang kakek."Setiap Sabtu malam, Awan main wayang sama kakeknya, yang nonton ya anak-anak kampung sini," pungkas Musringah.
Pagipecinta dalang ki anom suroto dengan kendala akses internet untuk download mp3, kami menyediakan kirim mp3 melalui dvd ke alamat di seluruh indonesia. ki asep sunandar sunarya ki bagus marwoto ki bayu aji pamungkas ki eko gondo prisdianto ki entos susmono ki hadi sukoco ki juwito gendeng ki kondo widodo (sun gondrong) ki panut. Audio
Solo ANTARA - Dalang senior Ki Anom Suroto mendorong perlunya pelestarian seni pewayangan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah maupun masyarakat. "Ini sudah masanya dalang milenial, jadi generasi muda harus melanjutkan pedalangan ini," katanya di sela Pementasan Wayang Climen oleh Dalang Ki Bayu Aji Pamungkas di Padepokan Ki Anom Suroto, Makamhaji, Kabupaten Sukoharjo, Minggu dini hari. Ia mengatakan sukses maupun tidaknya wayang tidak bisa lepas dari tangan pemerintah. Apalagi, jika melihat sejarah, seni tradisional wayang disebarkan oleh para raja. Baca juga BPIP Sosialisasikan Pancasila Lewat Pagelaran Wayang Virtual “Lahire Bima” "Oleh karena itu, mohon sekarang pemerintah tetap ikut 'cawe-cawe' terlibat dalam menyebarkan dan melestarikan wayang. Tanpa ada dukungan dari pemerintah akan sulit," katanya. Ia mengatakan dengan pemerintah ikut terlibat dalam perkembangan seni pewayangan, masyarakat akan makin senang menjadikannya sebagai tontonan. Dengan demikian, keberadaan dalang-dalang muda juga akan makin banyak. Disinggung mengenai aksi dalang yang nekat menjual wayang dan gamelan lantaran terhimpit ekonomi akibat pandemi COVID-19, Ki Anom mengatakan merupakan keputusan masing-masing. "Itu kan individu, saya tidak bisa 'ngelekke' mengingatkan. Memang pandemi ini ujian berat bagi seniman, hampir 1,5 tahun tidak pentas. Yang penting jangan sampai merusak wayang, gamelan. Itu tidak boleh, karena itu kan bikinan empu. Kalau dirusak artinya merusak karya leluhur," katanya. Baca juga Wayang kulit untuk pertama kalinya tampil membius warga Rusia Baca juga Dalang Ki Anom Suroto meriahkan HUT Lemhanas Sementara itu, pada pementasan tersebut, salah satu pengusaha asal Kota Solo Puspo Wardoyo hadir memberikan dukungan terhadap keberlangsungan seni tradisional asal Jawa tersebut. "Saya dulu juga lulusan ASKI yang sekarang jadi ISI, tetapi sekarang memilih menjadi pengusaha. Namun demikian, itu tidak mengurangi rasa cinta saya terhadap seni tradisional wayang. Bahkan, saya salah satu pengagum Ki Anom Suroto," katanya yang pada malam tersebut ikut hadir memeriahkan perayaan ulang tahun ke-73 Ki Anom Suroto, sekaligus memberikan dukungan berupa produk makan siap cepat saji MakanKu. Ia berharap seni pewayangan terus berkembang, sehingga memunculkan dalang-dalang Aris WasitaEditor Endang Sukarelawati COPYRIGHT © ANTARA 2021
AgamawanIslam. Abdul Malik Fadjar, tokoh Muhammadiyah.; Abdul Karim, ulama dan Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo; Abdul Rozak Fachruddin, mantan ketua umum Muhammadiyah; Abdul Wahab Hasbullah, ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama; Abu Bakar Ba'asyir, ulama (teroris); Achmad Chalwani, ulama dan anggota DPD.; Agoes Ali Masyhuri, ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama; Ahmad Azhar Basyir, mantan ketua umum
Banyumas Jawa Tengah yang berada di depan Pendopo Kecamatan Banyumas Sabtu 14 April 2018 sejak sore dipadati pengunjung. Mereka ingin melihat penampilan dalang cilik Prama Reza Fadliyansyah 13cucu Rektor Unindra Jakarta dan Ki Bayu Aji Pamungkas dalang populer dari Solo yang akan mementaskan lakon Gatutkaca Sungging. Ribuan pengunjung memadati alun-alun yang baru saja direnovasi sebagai publick area. Tak heran jika masyarakat Banyumas yang dikenal sebagai penggemar wayang kulit ini sejak sore sudah menyiapkan tempat lesehan untuk menonton bersama keluarga. Camat Banyumas Ahmad Suryanto, Rektor Unindra Prof. Sumaryoto, Ki Bayu Aji Pamungkas, Ki Prama Reza Fadliansyah dan Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono SH,MH.kiri Undangan dan penonton memadati alun alun Banyumas pada acara pentas wayang kulit dengan lakon Gatutkaca Sungging, Sabtu 14/4. kanan sh Pentas Wayang Kulit kolaborasi dua dalang ini hasil kerjasama antara Camat Banyumas dalam rangka peringatan ulang tahun kabupaten Banyumas ke 447, , Unindra Jakarta dalam rangka Program Pengabdian Masyarakat dan MPR RI dalam kegiatan sosialisasi 4 Pilar. Dalam kesempatan tersebut KPU juga tampil dengan mensosialisasikan tentang Pilkada yakni pilihan bupati dan gubernur Jateng 27 Juni 2018 mendatang. Pada hari yang sama juga bertepatan dengan peringatan Isro Mi’raj 1439H Pentas wayang kulit ini sebagai media informasi bagi masyarakat sekaligus ajang pelestarian seni budaya warisan para leluhur yang memiliki nilai-nilai edukasi karakter bangsa. Dalang Bayu Aji Pamungkas mengawali dengan jejeran dan limbukan, selanjutnya Prama mengisi dengan pertunjukkan perang. Pasangan ini cukup ideal. Ki Aji Pamungkas selain piawai dalam olah basa dan sastra, juga memiliki suara indah. Sementara Prama meski masih anak-anak memiliki kepiawaian dalam olah sabet. Penonton dibuat berdecak kagum. Prama selain piawai olah sabet dengan adegan salto dan bermain gada, ia juga mampu memainkan wayang dengan berbagai gaya peperangan dengan trampil cepat dan tepat sasaran dan tepat dengan iringan. Tak mengherankan jika meski masih duduk di bangku kelas 1 MTs, ia mendapat amanah sebagai duta budaya untuk India dan Moscow yang pada Mei dan Juni mendatang sudah dijadwalkan di dunia negara tersebut. Ringkasan cerita. Cerita “Gatotkaca Sungging” mengisahkan cita-cita Raden Gatot Kaca, yang berencana membangun sebuah kesatrian di Kerajaan Pringgondani – Kerajaan warisan Prabu Trembuku, kakek Raden Gatotkaca dari pihak ibu, Dewi Arimbi. Dalam prosesnya, cita-cita ini terhalang oleh ketidaksetujuan beberapa pihak dari Kerajaan Astina, yaitu Begawan Durna, melalui Prabu Wasawala. Hal ini menyebabkan perang antara pihak Prabu Wasawala melawan dua putra Bima, Gatotkaca dan Raden Antareja. Sayang, pihak Gatotkaca mengalami kekalahan hingga koma. Karena, dalam siung Prabu Wasawala menitis darah Prabu Dasamuka Rahwana. Dengan keadaan putranya yang sedang koma, Dewi Arimbi sangat sedih. Namun, kesedihan itu terobati setelah Semar yang merupakan pamongnya dari Pandawa memberi tahu bahwa keadaan Raden Antareja dan Gatotkaca dapat disembuhkan dengan wasiat selendang yang warisan Prabu Trembuku yang ternyata dimiliki oleh Arimbi. Akhir cerita dikalahkanya Prabu Wasawala yang sangat sakti, ternyata mempunyai kelemahan kalau berperang dengan monyet putih. Oleh karena itu, Prabu Wasawala kalah berperang dengan Raden Hanoman. Saring Hartoyo
PementasanWayang Kulit Ki Dalang Bayu Aji Pamungkas dari Solo dalam rangka tasyakuran khitanan ananda Bima Sena Putra dari Ki Dalang Mangun Yuwono, Pecangak
Sebagaimanatradisi bagi UNINDRA, dalam setiap wisuda menggelar Wayang Kulit, dan untuk kali ini mengambil ceritera "Bedah Astina" salah satu cerita seriah Bharata Yudha, yang dibawakan oleh Dalang Ki Muhammad Pamungkas Bayu Aji (Putera Ki H Anom Suroto) dari Surakarta.
WayangDalang Ki Bayu Aji PamungkasLakon Rabine Kresno Kembang Joyo Kusumo. Part 4Live Bulungan - Tayu - Pati
. 241 484 102 7 277 221 36 221
biografi dalang ki bayu aji pamungkas